Wakaf uang telah menjadi pembahasan dan diselenggarakan sejak masa Dinasti Mu’awiyyah. Imam az-Zuhri (wafat tahu 124 H) yang membolehkan wakaf uang (saat itu dinar dan dirham). Bahkan sebenarnya pendapat sebagian ulama mazhab al-Syafi’i juga membolehkan wakaf uang. Mazhab Hanafi juga membolehkan dana wakaf tunai untuk investasi mudharabah atau sistem bagi hasil lainnya. Keuntungan dari bagi hasil digunakan untuk kepentingan umum. Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa yang membolehkan wakaf uang (cash wakaf/ waqf al nuqud) dengan syarat nilai pokok wakaf harus dijamin kelestariannya. Pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf pasal 28 – 31 secara eksplisit mengatur tentang pelaksanaan wakaf uang.
Menurut UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, wakaf uang adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya yang berupa uang untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Dalam Undang-Undang Tentang Wakaf, wakaf uang juga diatur dalam bagian tersendiri. Dalam Pasal 28 UU tersebut disebutkan bahwa wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri Agama. Kemudian dalam Pasal 29 ayat (1) disebutkan pula bahwa wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak yang dilakukan secara tertulis. Dalam ayat (2) Pasal yang sama dinyatakan bahwa wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang. Sedangkan dalam ayat (3) Pasal yang sama diatur bahwa sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syari’ah kepada wakif dan nadzir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.
Adapun ketentuan mengenai wakaf benda bergerak berupa uang diatur lebih lanjut dalam Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk
a. hadir di Lembaga Keuangan Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf uangnya;
b. menjelask an kepemilikan dan asal-usul uang yang akan diwakafkan;
c. menyetorkan secara tunai sejumlah uang ke LKS-PWU;
d. mengisi formulir pernyataan kehendak Wakif yang berfungsi sebagai AIW.
Dalam hal Wakif tidak dapat hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, maka Wakif dapat menunjuk wakil atau kuasanya. Hal ini disebutkan dengan jelas dalam Pasal 22 ayat (4). Dalam ayat (5) Pasal 22 disebutkan bahwa Wakif dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada Nazhir di hadapan PPAIW yang selanjutnya Nazhir menyerahkan AIW tersebut kepada LKS-PWU. Kemudian wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui LKS (Lembaga Keuangan Syariah) yang ditunjuk Menteri (Menteri Agama) sebagai LKS pengumpul Wakaf Uang (Pasal 23).
Pada saat ini sudah ada 8 (delapan) Bank Syariah yang ditunjuk oleh Menteri Agama RI sebagai LKS Penerima Wakaf Uang, yakni PT. Bank Negara Indonesia (PERSERO) Tbk. Divisi Syariah dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 92 Tahun 2008; PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. Dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 93 Tahun 2008; PT. Bank DKI Jakarta dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 94 Tahun 2008; PT. Bank Syariah Mandiri dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 95 Tahun 2008; PT. Bank Mega Syariah Indonesia dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 96; Bank Bukopin; Bank BTN; dan BPD Jogjajakarta
Adapun tugas LKS-PWU menurut Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 adalah
a. Mengumumkan kepada publik atas keberadaannya sebagai LKS Penerima Wakaf Uang;
b. Menyediakan blanko Sertifikat Wakaf Uang;
c. Menerima secara tunai wakaf uang dari wakif atas nama nazhir;
d. Menempatkan uang wakaf ke dalam rekening titipan (wadiah) atas nama nazhir yang ditunjuk wakif;
e. Menerima pernyataan kehendak wakif yang dituangkan secara tertulis dalam formulir pernyataan kehendak wakif;
f. Menerbitkan sertifikat wakaf uang serta menyerahkan sertifikat tersebut kepada wakif dan menyerahkan tembusan sertifikat kepada nazhir yang ditunjuk oleh wakif; dan
g. Mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri atas nama Nazhir.
Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah, siapakah yang menjadi Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006. Sebelum ada Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004, yang menjadi PPAIW adalah Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan. Namun pada saat ini menurut PP Nomor 42 Pasal 37 adalah sebagai berikut.
(11) PPAIW harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah adalah Kepala KUA dan/atau pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf.
(22) PPAIW harta benda wakaf bergerak selain uang adalah Kepala KUA dan/atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri.
(33) PPAIW harta benda wakaf bergerak berupa uang adalah Pejabat Lembaga Keuangan Syariah paling rendah setingkat Kepala Seksi LKS yang ditunjuk Menteri.
(44) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) tidak menutup kesempatan bagi wakif untuk membuat AIW di hadapan Notaris.
(55) Persyaratan Notaris sebagai PPAIW ditetapkan oleh Menteri.
Dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 4 Tahun 2009 Tentang Administrasi Wakaf Uang Pasal 4 ayat (1) telah dijelaskan bahwa LKS_PWU atas nama Nazhir mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri melalui Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya SWU dengan tembusan kepada BWI setempat.
Dalam Peraturan BWI No. 2 Tahun 2010 Tentang Pendaftaran Nazhir Wakaf Uang dijelakan sebagai berikut;
a. Calon mendaftarkan ke BWI
b. Calon memenuhi persyaratan, seperti kopentensi dalam mngelolaan keuangan, pemberdayaan ekonomi umat, memiliki sertifikat nazhir wakaf uang dari BWI
c. BWI menerbitkan nomor registrasi nazhir wakaf uang, Nazhir sudah bisa beroperasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar